Hamka Berbicara Pluralisme
Konsep Tuhan dan Pluralisme agama yang seperti inilah
yang sebenarnya berusaha membuat konsep baru. Memaksa setiap agama yang telah
memilki konsep ketuhanan masing-masing terpaksa harus membenarkan konsep
ketuhanan agama lain. Kaum pluralis mengatakan bahwa banyak jalan untuk
mencapai Tuhan. Mereka beranggapan dengan konsep pluralisme ini akan
terwujudnya persatuan. Akan tetapi justru sebaliknya, konsep ini akan
menghancurkan seluruh tatanan konsep ketuhanan agama-agama yang ada. Sebagai
contoh jika konsep ini diterapkan dalam perayaan hari besar bersama. Sebagaimana
yang dikatakan Buya Hamka yang saya kutip dari catatan akhir pekan Dr. Adian
Husain. Salah satu tulisan Buya Hamka yang berjudul:
“Toleransi, Sekulerisme, atau Sinkretisme.”
Di situ, Prof. Hamka menyebutkan tradisi perayaan Hari Besar Agama Bersama
bukan menyuburkan kerukunan umat beragama atau toleransi, tetapi akan
menyuburkan kemunafikan. Pada
akhir tahun 1960-an, Hamka memberikan komentar
mengenai
usulan perlunya diadakan perayaan Natal dan Idul Fitri secara bersamaan, karena waktunya yang berdekatan.
Hamka
menulis: “Si orang Islam diharuskan
dengan penuh khusyu’ bahwa Tuhan Allah beranak, dan Yesus Kristus ialah Allah.
Sebagaimana tadi orang-orang Kristen disuruh mendengar tentang Nabi Muhammad
saw dengan tenang, padahal mereka diajarkan oleh pendetanya bahwa Nabi Muhammad
bukanlah nabi, melainkan penjahat. Dan Al-Quran bukanlah kitab suci melainkan
buku karangan Muhammad saja. Kedua belah pihak,
baik orang Kristen yang disuruh tafakur mendengarkan al-Quran, atau
orang Islam yang disuruh mendengarkan bahwa Tuhan Allah itu ialah satu ditambah
dua sama dengan satu, semuanya disuruh mendengarkan hal-hal yang tidak mereka
percayai dan tidak dapat mereka terima… Pada hakekatnya mereka itu tidak ada
yang toleransi. Mereka, kedua belah pihak hanya menekan perasaan, mendengarkan
ucapan-ucapan yang dimuntahkan oleh telinga mereka. Jiwa, raga, hati, sanubari,
dan otak, tidak bisa menerima. Kalau keterangan orang Islam bahwa Nabi Muhammad
saw adalah Nabi akhir zaman, penutup sekalian Rasul. Jiwa raga orang Kristen
akan mengatakan bahwa keterangan orang Islam ini harus ditolak, sebab kalau
diterima, kita tidak Kristen lagi. Dalam
hal kepercayaan tidak ada toleransi. Sementara sang pastor dan pendeta
menerangkan bahwa dosa waris Nabi Adam, ditebus oleh Yesus Kristus di atas kayu
palang, dan manusia ini dilahirkan dalam dosa, dan jalan selamat hanya percaya
dan cinta dalam Yesus.”
Kehancuranlah yang terjadi
jika paham ini diterapkan. Paham yang juga sangat bertentangan dengan konsep
ketuhanan islam. yaitu syahadat bahwa tiada satupun sembahan melainkan Allah
dan Muhammad adalah utusannya. Dengan ini dengan sadar bahwa tuhan kita adalah Allah.
Tuhan kita bukan Yahweh, Yesus, Syiwa apalagi Zeus. Tuhan kita satu. Tuhan yang
tak beranak dan diperanakkan. Kita mengenalnya dari wahyu yang Allah sampaikan
melalui rasulnya. Jadi, islam mengenal Tuhannya bukan berasal dari pengalaman
spiritual atau budaya yang disebutkan di atas. Ini lah yang menjadi akar
masalah mengenai konsep ini.
Akhir-akhir ini juga, paham
ini semakin menjamur dengan kedok intoleransi beragama. Padahal jelas Buya
Hamka mengatakan bahwa tidak ada toleransi dalam hal keyakinan. Banyak dari
kita yang belom benar-benar paham mengenai toleransi. Mereka mengira toleransi
itu harus mengikuti dan meyakini keyakinan agama lain. Ini adalah toleransi
yang kebablasan. Karena toleransi yang diajarkan oleh Rasulullah ialah
toleransi beragama dengan membiarkan agama lain beribadah dan meyakini
keyakinan mereka dengan tenang tanpa kita ikut campur di dalamnya. Inilah
toleransi yang juga selama ini kita jalankan di Indonesia. Mereka yang beragama
selain islam bisa bebas beribadah dengan keyakinannya masing-masing.
Komentar
Posting Komentar