Kamu NU apa Muhammadiyah?

Pagi ini, seperti Ahad pagi biasanya, aku menghadiri pengajian rutin yang diadakan oleh RUHI (Rumah Ukhuwah Hujjatul Islam) di rumah ust. Dr. Muhammad Ardiansyah, M.Pd.I. dan bersama beliau.

Ada tiga kitab yang kami kaji. Ada kitab Arbain fii Ushuluddin karangan Imam Ghazali, kitab al-Durus al-Fiqhiyyah al-halqh al-rabiah karangan Sayyid Abdurrahman Assegaf dan terakhir kitab Minhajul Abidin karangan imam Ghazali.

Pagi ini kita membahas bab ijtihad dari kitab al-Durus al-Fiqhiyyah al-halqh al-rabiah. Ijtihad adalah segala daya dan upaya yang dikerahkan oleh seorang mujtahid untuk mendapatkan suatu hukum syariat. Pintu ijtihad sampai saat ini masih terbuka lebar. Masalahnya tidak sembarang orang boleh berijtihad. Ada syarat-syarat ketat yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang mujtahid, apalagi mujtahid mutlak seperti para imam madzhab. 

Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh seorang mujtahid adalah menguasai ilmu-ilmu Al-Qur'an, Sunnah, Ushul fiqh, bahasa Arab, Ijma', qiyas dan lain-lain. Syarat-syarat tersebut wajib dipenuhi oleh seorang mujtahid. Masalahnya saat ini tidak semua orang mampu untuk memenuhi syarat-syarat tersebut. Maka dari itu disebutkan dalam buku ini bahwa kita semua diwajibkan untuk bertkaklid ke salah satu imam madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali).

Sebenarnya madzhab di dalam Islam tidak hanya terbatas pada empat madzhab di atas. Ada madzhab-madzhab lain yang sempat eksis namun tidak lestari dan tidak dipakai lagi ajarannya saat ini. Prof. Didi Hafidhuddin pernah mengatakan sekitar ada 18 Madzhab yang ada, diantaranya seperti madzhab Al-Tsauri atau madzhab al-Laits.

Saat ini sulit sekali mencari seseorang yang memenuhi syarat-syarat seorang mujtahid. Maka dari itu kita disuruh untuk bertkaklid ke salah satu madzhab. Bertkaklid itu dibolehkan dalam Islam, tentunya bertkaklid kepada seorang yang otoritatif dalam bidang itu. Tentu para imam madzhab adalah orang-orang yang otoritatif dan layak untuk diikuti. Terlebih lagi bagi orang awam. 

Orang awam sangat dianjurkan untuk bertkaklid. Cukup bagi mereka gurunya sebagai dalil. Maka sebenarnya kurang beradab jika orang awam menanyakan mana dalilnya kepada seorang guru. Bagi orang awam cukup baginya tau kalo shalat lima waktu itu wajib, puasa itu wajib dan lain lain. Jika mereka diberikan dalil pun, mereka tidak akan mampu mengambil kesimpulan hukum dari dalil tersebut (istinbath hukm).

Jika mereka ingin mengetahui dalil-dalil dari suatu ibadah, maka wajib baginya untuk belajar. Karena itu konsekuensinya. Tetapi tetap dia masih tetap harus bertaklid. Kedudukannya berubah, dari taklid awam menjadi taklid Istidlali. Taklid Istidlali itu adalah seseorang taklid bukan sekedar ikutan saja, tetapi dia mengetahui dalil-dalil dari hukum suatu ibadah yang dia lakukan.

Berbicara tentang taklid kepada suatu madzhab, maka aku paling bingung biasanya kalo ditanya background keluarga kamu apa, Muhammadiyah atau NU? 

Aku sulit menjawab karena memang ayah dan ibu tidak pernah menyatakan kalo kita NU atau Muhammadiyah. Ayah shalat subuh ngga pake qunut, tetapi dia tetap ikut tahlilan atau yasinan kalo diundang. Ibu juga biasanya ikut pengajian ibu-ibu Muslimat NU. Bahkan sekarang ayah sering shalat di masjid salafi yang madzhabnya Hambali banget. Tapi kami biasanya kalo shalat Ied, shalatnya di lapangan SMK Muhammadiyah. Maka kalo aku ditanya, biasanya aku bilang kalo keluarga kami Muhammadiyah, biar cepet aja jawabnya. Padahal ya keluarga kami ngga Muhammadiyah banget.

Tetapi aku melihat, hikmahnya ya keluarga kami jadi luwes dalam menghadapi perbedaan furu' ibadah seperti itu. Hal-hal yang ikhtilaf sudah selesai di keluarga kami. Kami tidak pernah ribut untuk hal-hal yang seperti itu.

Namun untuk saat ini setelah aku banyak belajar dan berguru, maka aku memutuskan untuk memilih bertkaklid dan mengikuti madzhab Syafi'i. Hal itu karena guruku sekarang bermadzhab Syafi'i dan memiliki sanad sampai ke imam Syafi'i. Selain itu alasan lainnya juga karena mayoritas madzhab negara kita Syafi'i. Jadi aku berharap ilmu yang aku pelajari ini bisa bermanfaat dan berguna bagi masyarakat umum nantinya. Terlepas dari itu semua, apapun madzhab yang kita pilih, kita semua tetaplah saudara seiman dan seislam, di dalam naungan Ahlu Sunnah wal Jama'ah.

Cilodong, 21 Agustus 2023


Komentar

Postingan Populer