Umat Iqro
Beberapa hari ini, aku jadi mulai sering kembali menggunakan kereta listrik atau biasa dikenal dengan KRL. Hal itu aku lakukan karena memang naik KRL itu selain efisien waktu dan uang, juga bisa menghindari dari macetnya ibu kota.
Salah satu nikmat aku merantau dan keluar dari kampung halaman adalah bisa merasakan perjalanan menggunakan kereta. Karena di Jambi belum ada kereta yang bisa digunakan sampai saat ini. Di Sumatra hanya di beberapa tempat saja yang ada keretanya. Seperti di Medan dan beberapa daerah lainnya.
Semenjak saya beli sepeda motor di tahun 2017, saya sudah mulai jarang memakai KRL. Padahal sebelumnya sering sekali saya naik KRL. Bolak balik Bogor dan juga Tambun. Terlebih lagi ketika itu ikut tes seleksi LIPIA Jakarta. Saya sering sekali bolak balik naik KRL.
Naik kereta menurut saya salah satu alternatif yang menjanjikan. Selain beberapa sebab yang sudah saya sebutkan di atas, dengan naik KRL sebenarnya kita bisa lebih produktif untuk membaca. Tapi sayang kebanyakan penduduk Indonesia kurang suka baca, termasuk saya. Padahal sembari nunggu kereta atau sedang di kereta, kita bisa baca beberapa halaman buku. Apalagi ketika keretanya sedang kosong.
Tapi sayang beribu sayang, banyak orang menghabiskan waktunya di kereta dengan bermain HP termasuk diri saya sendiri. Saya paham kalau hal itu adalah suatu kerugian besar. Tapi memang begitulah, budaya membaca kita memang belum terbentuk.
Saya hanya teringat pesan dari gurunda ust. Akmal Sjafril. Beliau pernah bilang, seorang aktivis itu setiap berpergian tidak lupa membawa buku dan membacanya di kala senggang. Karena setiap hari wajib ada ilmu yang harus masuk ke dalam otak kita.
Semoga sedikit demi sedikit kita bisa mulai membiasakan diri untuk selalu membaca buku di manapun dan kapanpun. Karena kita adalah umat iqro.
Cilodong, 31 Agustus 2022
Komentar
Posting Komentar