Bukan Pseudo Habib

Hari ini aku memenuhi undangan dari sekolah Pascasarjana UIN Jakarta untuk menghadiri stadium general bersama Habib Ali Zainal Abidin Al-Jufri di gedung Diorama lantai 1 Kampus 1 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Di pamflet ditulis kegiatan ini dimulai pada pukul 12.30 WIB-selesai. Qodarullah datang terlambat karena mampir untuk makan siang terlebih dahulu. Karena pesertanya membludak, akhirnya aku tidak diizinkan untuk masuk ke dalam gedung acara. Padahal sudah aku tunjukkan surat undangan dari SPs (Sekolah Pascasarjana).

Walaupun demikian, aku bersyukur bisa hadir dan melihat banyak juga habib-habib yang datang. Aku bertemu habib Jindan, Kiyai Ziaul Haq pimpinan darsun, Dr. Moch. Syarif Hidayatullah mantan kajurku dulu dan juga ketemu sama Afif, miqdad dan sahrur.

Aku memutuskan untuk mendengarkan ceramah Habib Ali melalui YouTube. Aku semakin takjub ketika mendengarkan isi materi yang beliau sampaikan. Di depan umum, Habib Ali biasanya membahas tentang akhlak, ibadah, tazkiyatu nafs dan sejenisnya. Tapi pada kesempatan ini beliau menyampaikan materi yang bersifat akademik. Karena beliau tahu para audiens adalah para profesor dan para doktor. Sehingga pembahasan yang beliau sampaikan juga lebih ilmiah dan akademisi.

Di awal pembuatan beliau sampaikan silsilah Maulana Syarif Hidayatullah hingga sampai ke Ali bin Abi Thalib. Beliau juga jelaskan peran besarnya dalam menyebarkan Islam ke Nusantara. Kemudian beliau juga membahas tentang pembaharuan dirosat Islamiyyah. Menurutnya tidak ada yang masalah dengan pembaharuan dalam Islam, asalkan tetap berlandaskan ajaran pokok Islam dan tidak bertentangan.

Kemudian beliau juga sempat membahas tentang filsafat imam Ghazali dan imam ibn Rusyd. Lalu bagaimana kritik beliau terhadap para penghina kedua imam tersebut. Menurut beliau mereka kebanyakan hanya membaca tulisan-tulisan jurnal saja tanpa mau langsung merujuk ke kitab aslinya.

Beliau juga sempat menyindir orang yang kebablasan dalam beragama. Pintu ijtihad akan tetap terbuka terhadap permasalahan-permasalahan yang disepakati boleh untuk berijtihad dan masih banyak lagi yang beliau sampaikan pada kesempatan itu.

Aku semakin takjub dan kagum dengan keilmuan beliau. Inilah sepertinya yang disebut Habib dan ulama sebenernya. Adab dan ilmunya tidak bertentangan. Berani menyampaikan yang Haq dan mengingatkan kebathilan. Rasanya jauh sekali diriku ini dari sifat-sifat tersebut.

Aku jadi teringat pesan datuk Zul dulu ketika aku ditanya mau jadi apa. Belum sempat aku menjawab, datuk Zul sudah berkata "besok kau jadi ulama yo cung!"

Ketika itu aku masih belum paham. Sekarang aku semakin paham, bahwa datuk Zul mempunyai harapan besar agar anak cucunya ada yang menjadi ulama. Aku tau jalan itu sulit, setidaknya akan aku usahakan. Sekiranya belum tercapai, semoga anak keturunanku kelak bisa mewujudkan mimpi kakek buyutnya.

Komentar

Postingan Populer