Keajaiban shalat terawih
KEAJAIBAN
SHALAT TARAWIH
1. PERINTAH DAN
PENGERTIAN SHALAT TARAWIH BAGI UMAT ISLAM
Ramdhan
adalah bulan obral pahala,bulan yang ditunggu-tunggu bagi umat islam dan bulan
yang hanya kita rasakan selama tiga puluh hari dalam setahun.pada bulan itu jugalah
banyak pristiwa-pristiwa penting terjadi.seperti turunnya al-quran,perang badar
dan perang khandaq,fathul mekah,penaklukan andalusia oleh Thoriq bin Ziad dan
masih banyak sekalai pristiwa-pristiwa yang terjadi pada bulan ini.selain
itu,banyak juga ibadah-ibadah yang allah lipat gandakan di bulan ini.
alhamdulillah saat ini kita memasuki
bulan suci tersebut yang bertanda bahwa banyak pahala yang telah allah siapkan
bagi umat islam yang menginginkannya.salah satu ibadah yang sangat dianjurkan
dalam bulan ini ialah shalat malam atau shalat tarawih.
Shalat tarawih adalah shalat sunnah
malam yang dikerjakan di malam bulan ramadhan yang hukumnya adalah sunnah,dikerjakan
sesudah shalat isya sampai fajar yang boleh dikerjakn munfarid (sendiri) atau
jama’ah.
حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ
حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا
وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barangsiapa yg
menunaikan shalat pada malam bulan Ramadlan (shalat tarawih) dgn penuh keimanan
& mengharap (pahala dari Allah), maka dosa-dosanya yg telah berlalu akan
diampuni. [HR.
Muslim No.1266].
Kata “tarawih” merupakan jamak dari
kata tarwihah yang berarti waktu sejenak untuk istirahat,berasal dari kata
ar-rahah yg berarti hilangnya keletihan dan kesulitan. dinamakan tarawih karena
ketika itu umat muslim suka memanjangkan shalat mereka,kemudian duduk istirahat
setelah empat rakaat .
Fakta menarik tentang shalat ini
bahwa rasulullah SAW hanya pernah melakukannya secara berjamaah dalam 3 kali
kesempatan.disebutkan bahwa rasulullah tidak melanjutkan pada malam-malam berikutnya
karena takut hal itu akan menjadi diwajibkan bagi umat islam.
Pada suatu malam di bulan Ramadan,
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam keluar menuju masjid untuk mendirikan
shalat malam. Lalu datanglah beberapa sahabat dan bermakmum di belakang beliau.
Ketika Shubuh tiba, orang-orang berbincang-bincang mengenai hal tersebut.
Pada malam selanjutnya, jumlah jamaah semakin bertambah daripada
sebelumnya. Demikianlah seterusnya hingga tiga malam berturut-turut.
Pada malam keempat, masjid menjadi sesak dan tak mampu menampung
seluruh jamaah. Namun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tak kunjung
keluar dari kamarnya. Hingga fajar menyingsing, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam baru keluar untuk menunaikan shalat Shubuh. Selepas itu beliau
berkhutbah, "Saya telah mengetahui kejadian semalam. Akan tetapi saya
khawatir shalat itu akan diwajibkan atas kalian sehingga kalian tidak mampu
melakukannya." (Hadis di atas diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim
dalam kedua kitab Shahih dari Aisyah RA.)
Akhirnya shalat malam di bulan
Ramadhan dilaksanakan secara sendiri-sendiri. Kondisi seperti itu berlanjut
hingga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam wafat. Demikian pula pada masa
kekhalifahan Abu Bakar dan awal kekhalifahan Umar bin Khattab. Baru kemudian
pada tahun ke-4 Hijriah, Khalifah Umar berinisiatif untuk menjadikan shalat
tersebut berjamaah dengan satu imam di masjid. Beliau menunjuk Ubay bin Kaab
dan Tamim Ad-Dariy sebagai imamnya. Khalifah Umar lalu berkata,
"Sebaik-baik bid'ah adalah ini." (HR. Al-Bukhari)
Imam Abu Yusuf pernah bertanya
kepada Imam Abu Hanifah tentang shalat tarawih dan apa yang diperbuat oleh
Khalifah Umar. Imam Abu Hanifah menjawab, "Tarawih itu sunnah muakkadah
(ditekankan). Umar tidak pernah membuat-buat perkara baru dari dirinya sendiri
dan beliau bukan seorang pembuat bid'ah. Beliau tak pernah memerintahkan
sesuatu kecuali berdasarkan dalil dari dirinya dan sesuai dengan masa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Umar telah menghidupkan sunnah ini
lalu mengumpulkan orang-orang pada Ubay bin Kaab lalu menunaikan shalat itu
secara berjamaah, sementara jumlah para sahabat sangat melimpah, baik dari
kalangan Muhajirin maupun Anshar, dan tak satu pun yang mengingkari hal itu.
Bahkan mereka semua sepakat dan memerintahkan hal yang sama." Sumber
: http://www.masuk-islam.com/pembahasan-shalat-tarawih-lengkap-pengertiansejarahcara-mengerjakan-sholat-taraweh-dan-manfaat-shalat-tarawih.html
2. KEUTAMAAN
DAN MANFAAT SHALAT TARAWIH
Banyak sekali keutamaan dan
fadhillah dalam melaksanakan shalat tarawih. Kami akan memberikan beberapa saja
keuatamaan shalat tarawih.yang pertama bagi yang melaksanakan shalat tarawih
Akan Diampuni Dosa-dosa Yang Telah Lalu.dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya : “Barangsiapa
melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang
telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari).
Yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah shalat tarawih sebagaimana yang dituturkan oleh An Nawawi. Hadits ini memberitahukan bahwa shalat tarawih bisa menggugurkan dosa dengan syarat karena iman yaitu membenarkan pahala yang dijanjikan oleh Allah dan mencari pahala dari Allah, bukan karena riya’ atau alasan lainnya.
Yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah shalat tarawih sebagaimana yang dituturkan oleh An Nawawi. Hadits ini memberitahukan bahwa shalat tarawih bisa menggugurkan dosa dengan syarat karena iman yaitu membenarkan pahala yang dijanjikan oleh Allah dan mencari pahala dari Allah, bukan karena riya’ atau alasan lainnya.
Shalat Tarawih Berjamaah juga diibaratkan Shalat Semalam Penuh.dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda:
إِنَّهُ
مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً
Artinya : “Siapa
yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam
satu malam penuh.”
Shalat Sunnah Yang Hampir Menyamai Shalat Fardhu.Ulama-ulama Hanabilah (madzhab Hambali) mengatakan bahwa seutama-utamanya shalat sunnah adalah shalat yang dianjurkan dilakukan secara berjama’ah. Karena shalat seperti ini hampir serupa dengan shalat fardhu. Kemudian shalat yang lebih utama lagi adalah shalat rawatib (shalat yang mengiringi shalat fardhu, sebelum atau sesudahnya). Shalat yang paling ditekankan dilakukan secara berjama’ah adalah shalat kusuf (shalat gerhana) kemudian shalat tarawih.
Shalat Sunnah Yang Hampir Menyamai Shalat Fardhu.Ulama-ulama Hanabilah (madzhab Hambali) mengatakan bahwa seutama-utamanya shalat sunnah adalah shalat yang dianjurkan dilakukan secara berjama’ah. Karena shalat seperti ini hampir serupa dengan shalat fardhu. Kemudian shalat yang lebih utama lagi adalah shalat rawatib (shalat yang mengiringi shalat fardhu, sebelum atau sesudahnya). Shalat yang paling ditekankan dilakukan secara berjama’ah adalah shalat kusuf (shalat gerhana) kemudian shalat tarawih.
Adapun Fadhilah-fadhilah ( Keutamaan ) Shalat
Tarawih setiap malamnya yang disabdakan Rosulullah SAW. Diriwayatkan oleh
Saidina Ali Bin Abi Tholib R.A
- Malam Petama,Orang mukmin keluar dari
dosanya pada malam pertama, seperti saat dia dilahirkan oleh ibunya.
- Dan pada malam kedua , ia diampuni, dan
juga kedua orang tuanya, jika keduanya mukmin.
- Dan pada malam ketiga, seorang malaikat berseru
dibawah ‘Arsy: “Mulailah beramal, semoga Allah mengampuni dosamu yang
telah lewat.”
- Pada malam keempat , dia memperoleh pahala
seperti pahala membaca Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Furqan (Al-Quran).
- Pada malam kelima, Allah Ta’ala
memeberikan pahala seperti pahala orang yang shalat di Masjidil Haram,
masjid Madinah dan Masjidil Aqsha.
- Pada malam keenam , Allah Ta’ala
memberikan pahala orang yang berthawaf di Baitul Makmur dan dimohonkan
ampun oleh setiap batu dan cadas.
- Pada malam ketujuh , seolah-olah ia
mencapai derajat Nabi Musa a.s. dan kemenangannya atas Fir’aun dan Haman.
- Pada malam kedelapan, Allah Ta’ala
memberinya apa yang pernah Dia berikan kepada Nabi Ibrahin as
- Pada malam kesembilan, seolah-olah ia
beribadat kepada Allah Ta’ala sebagaimana ibadatnya Nabi saw.
- Pada Malam kesepuluh , Allah Ta’ala
mengaruniai dia kebaikan dunia dan akhirat.
- Pada malam kesebelas , ia keluar dari
dunia seperti saat ia dilahirkan dari perut ibunya.
- Pada malam keduabelas , ia datang pada
hari kiamat sedang wajahnya bagaikan bulan di malam purnama.
- Pada malam ketigabelas , ia datang pada
hari kiamat dalam keadaan aman dari segala keburukan.
- Pada malam keempat belas , para malaikat
datang seraya memberi kesaksian untuknya, bahwa ia telah melakukan shalat
tarawih, maka Allah tidak menghisabnya pada hari kiamat.
- Pada malam kelima belas, ia didoakan oleh
para malaikat dan para penanggung (pemikul) Arsy dan Kursi.
- Pada malam keenam belas, Allah menerapkan
baginya kebebasan untuk selamat dari neraka dan kebebasan masuk ke dalam
surga.
- Pada malam ketujuh belas , ia diberi
pahala seperti pahala para nabi.
- Pada malam kedelapan belas, seorang
malaikat berseru, “Hai hamba Allah, sesungguhnya Allah ridha kepadamu dan
kepada ibu bapakmu.”
- Pada malam kesembilan bela, Allah mengangkat
derajat-derajatnya dalam surga Firdaus.
- Pada malam kedua puluh , Allah memberi
pahala para Syuhada (orang-orang yang mati syahid) dan shalihin
(orang-orang yang saleh).
- Pada malam kedua puluh satu, Allah
membangun untuknya sebuah gedung dari cahaya.
- Pada malam kedua puluh dua, ia datang pada
hari kiamat dalam keadaan aman dari setiap kesedihan dan kesusahan.
- Pada malam kedua puluh tiga, Allah
membangun untuknya sebuah kota di dalam surga.
- Pada malam kedua puluh empat, ia
memperoleh duapuluh empat doa yang dikabulkan.
- Pada malam kedua puluh lima, Allah Ta’ala
menghapuskan darinya azab kubur.
- Pada malam keduapuluh enam, Allah
mengangkat pahalanya selama empat puluh tahun.
- Pada malam keduapuluh tujuh, ia dapat
melewati shirath pada hari kiamat, bagaikan kilat yang menyambar.
- Pada malam keduapuluh delapan, Allah
mengangkat baginya seribu derajat dalam surga.
- Pada malam kedua puluh sembilan, Allah
memberinya pahala seribu haji yang diterima.
- Dan pada malam ketiga puluh, Allah ber
firman : “Hai hamba-Ku, makanlah buah-buahan surga, mandilah dari air
Salsabil dan minumlah dari telaga Kautsar. Akulah Tuhanmu, dan engkau
hamba-Ku.” Sumber : http://uniqpost.com/20402/manfaat-dan-keutamaan-shalat-tarawih/
3.PERBEDAAN
RAKAAT SHALAT TARAWIH
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengerjakan shalat Tarawih 11 raka’at. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak pernah menambah dari 11 raka’at hingga beliau berpisah dengan dunia.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha telah ditanya tentang shalat (Tarawih) Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan, maka beliau menjawab :
ما
كان يزيد في رمضان ولا في غيره على إحدى عشرة ركعة، يصلي أربعا فلا تسل عن حسنهن وطولهن،
ثم يصلي أربعا فلا تسل عن حسنهن وطولهن، ثم يصلي ثلاثا
“Nabi tidak
pernah lebih dari 11 raka’at baik di Ramadhan maupun bulan-bulan lainnya.
Beliau shalat 4 rakaat, jangan ditanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian
beliau shalat lagi 4 raka’at, jangan ditanya tentang bagus dan panjangnya,
kemudian beliau shalat 3 raka’at.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Namun boleh
shalat Tarawih kurang dari 11 raka’at, bahkan walaupun shalat Witir satu
raka’at saja. Hal ini berdasarkan perbuatan dan ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha pernah ditanya : Berapa raka’at dulu Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam melakukan shalat Witir? ‘Aisyah menjawab :
كان
يوتر بأربع وثلاث، وست وثلاث، وعشر وثلاث، ولم يوتر بأنقص من سبع، ولا بأكثر من
ثلاث عشرة
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat Witir 4 dan 3 raka’at, 6 dan 3
raka’at, 10 dan 3 raka’at. Beliau tidak pernah shalat Witir kurang dari 7
raka’at, tidak pula lebih dari 13 raka’at.” (Ahmad dan Abu Dawud ).
Adapun ucapan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
الوتر
حق، فمن شاء فليوتر بخمس، ومن شاء فليوتر بثلاث، ومن شاء فليوتر بواحدة
“Shalat Witir
itu haq, barangsiapa yang mau silakan berwitir 5 raka’at, barangsiapa yang mau
silakan berwitir 3 raka’at, dan barangsiapa yang mau silakan berwitir dengan 1
raka’at.”
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam Tidak Pernah Shalat Tarawih Lebih Dari 11 Raka’at
Tidak ada
riwayat yang sah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyebutkan bahwa
beliau pernah shalat Tarawih lebih dari 11 rakaat.
Penjelasannya sebagai
berikut :
1 – Telah
disebutkan di atas, hadits dari shahabat ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika
ditanya tentang shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan
Ramadhan, maka ‘Aisyah menjawab : “Nabi tidak pernah lebih dari 11 raka’at baik
pada Ramadhan maupun bulan-bulan lainnya. … .”
2 – dari
Shahabat Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat mengimami kami pada bulan Ramadhan
sebanyak 8 raka’at dan shalat witir. … .” HR. Ibnu Nashr dan Ath-Thabarani
dalam Ash-Shaghir, dengan sanad hasan.
3 – Adapun yang
diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari shahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma : “bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dulu shalat (Tarawih) pada
bulan Ramadhan sebanyak 20 rakaat ditambah witir.”
Al-Hafizh Ibnu
Hajar berkata dalam Fathul Bari : “Sanad hadits ini lemah. Berlawanan dengan
hadits hadits ‘Aisyah yang terdapat dalam Ash-Shahihain, di samping dia
(‘Aisyah) adalah orang yang lebih tahu tentang kondisi Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam pada waktu malam dibanding selainnya.”
Sebab lemahnya
hadits tersebut adalah karena pada sanadnya terdapat seorang perawi yang
bernama Abu Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman. Dia adalah seorang perawi yang
matrukul hadits (ditinggalkan periwatan haditsnya).
As-Suyuthi
rahimahullah berkata : Kesimpulannya bahwa riwayat yang menyebutkan 20 rakaat
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak sah. … di antara yang menunjukkan
akan hal itu (yakni Nabi tidak pernah menambah dari 11 rakaat) adalah bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila melakukan suatu amalan, maka beliau
akan senantiasa menetapinya … “
Hal ini
sebagaimana telah ditegaskan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha : bahwa keluarga
Muhammad apabila mengamalkan suatu amalan, maka mereka senantiasa menetapinya.”
HR. Muslim 782.
Tidak ada satu
riwayatpun yang sah dari seorang pun dari keluarga Muhammad bahwa mereka shalat
Tarawih sebanyak 20 raka’at.
4 – Pada
kenyataannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menetapi jumlah rakaat
tertentu dalam shalat-shalat sunnah rawatib dan lainnya, seperti shalat
Istisqa’, shalat Kusuf, … . Perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
merupakan dalil yang diterima oleh para ‘ulama bahwa tidak boleh menambah
bilangan rakaat tersebut. Demikian juga halnya dengan shalat Tarawih.
Barangsiapa yang menyatakan ada perbedaan antara dua hal tersebut, maka dia
harus mendatangkan dalil.
Shalat Tarawih
bukanlah termasuk shalat nafilah yang bersifat muthlak sehingga boleh memilih
untuk mengerjakannya dengan jumlah rakaat yang dikehendaki. Justru shalat
Tarawih merupakan shalat sunnah mu`akkad yang ada kesamaan dengan shalat fardhu
dari sisi disyari’atkan berjama’ah dalam pelaksanaannya, sebagaimana dikatakan
oleh para ‘ulama syafi’iyyah. Maka dari sisi ini, shalat Tarawih lebih utama
untuk tidak boleh ditambah bilangan rakaatnya dibanding dengan shalat
sunnah rawatib.
Inilah pendapat
yang dipilih dan dikuatkan oleh muhaddits besar abad ini, Al-‘Allamah
Al-Muhaddits Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah dalam dua
risalahnya Shalatut Tarawih dan Qiyamu Ramadhan. Secara ilmiah dengan
pembahasan haditsiyyah beliau membawakan hujjah dan argumentasinya dalam dua
risalah kecil tersebut, yang sangat memuaskan bagi setiap orang yang mau
menelaahnya dengan seksama.
* * *
Kendati
demikian, jumhur (mayoritas) ‘ulama menyatakan bahwa bahwa shalat Tarawih
adalah 23 rakaat dan boleh lebih. Adapun perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengerjakan 11 rakaat bukan berarti pembatasan.
Karena khalifah
‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu ketika mengumpulkan kaum muslimin
untuk shalat Tarawih secara berjama’ah dengan 23 rakaat. Atas dasar inilah para
‘ulama mengambil pendapat bahwa Tarawih adalah 23 rakaat. Ini adalah pendapat
Abu Hanifah, Asy-Syafi’i, Ahmad, Ats-Tsauri, dan Jumhur.
Ibnu ‘Abdil
Barr berkata : Ini (23 rakaat) adalah pendapat jumhur ‘ulama, sekaligus itu
merupakan pendapat terpilih menurut kami. Mereka menganggap apa yang terjadi
pada masa ‘Umar seakan sebagai ijma’ (kesepakatan).
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
“Sesungguhnya
pelaksanaan qiyam Ramadhan itu sendiri tidak ditentukan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan jumlah bilangan rakaat tertentu. Dulu beliau tidak
lebih dari 13 rakaat namun beliau memanjangkan bacaannya. Tatkala khalifah
‘Umar radhiyallahu ‘anhu menyatukan mereka dengan Ubay bin Ka’b sebagai imam,
maka Ubay mengimami mereka dengan 20 rakaat, kemudian witir 3 rakaat. Ketika
itu dia (Ubay) meringankan bacaan sebanding dengan tambahan rakaat, karena cara
demikian lebih ringan bagi para makmum daripada memanjang bacaan dalam satu
rakaat.
Dengan demikian
boleh baginya shalat Tarawih dengan 20 rakaat, sebagaimana itu telah masyhur
(terkenal) pada madzhab Asy-Syafi’i dan Ahmad. Boleh baginya shalat dengan 36
rakaat, sebagaimana itu merupakan madzhab Malik. Boleh juga baginya untuk
shalat Tarawih dengan 11 rakaat. Maka banyak sedikitnya jumlah rakaat sebanding
terbalik dengan penjang pendeknya bacaan. Yang utama adalah sesuai dengan
kondisi para makmum. Kalau di antara makmum tersebut ada yang mampu dengan 10
rakaat dan 3 rakaat setelahnya, maka ini lebih utama. Jika mereka tidak mampu,
maka shalat dengan 20 rakaat, ini pun lebih utama.” (Majmu’ Fatawa XXII/272)
* * *
Pembahasan
tentang permasalahan ini sangat panjang. Memang terdapat perbedaan pendapat di
kalangan para ‘ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah sendiri, antara pihak yang
berpendapat tidak boleh lebih dari 11 rakaat, dan pihak yang berpendapat boleh
lebih dari 11 rakaat. Sedangkan jumhur ‘ulama berpendapat shalat Tarawih boleh
lebih dari 11 rakaat.
* * *
Menyikapi
perbedaan pendapat di atas, suatu sikap arif dan bijak sekaligus nasehat dan
bimbingan yang sangat bagus ditunjukkan oleh mufti kaum muslimin abad ini,
Al-‘Allamah Al-Muhaddits Al-Walid Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz
rahimahullah. Beliau berkata :
ومن
تأمل سنته صلى الله عليه وسلم علم أن الأفضل في هذا كله هو صلاة إحدى عشرة ركعة،
أو ثلاث عشرة ركعة، في رمضان وغيره؛ لكون ذلك هو الموافق لفعل النبي صلى الله عليه
وسلم في غالب أحواله، ولأنه أرفق بالمصلين وأقرب إلى الخشوع والطمأنينة ، ومن زاد
فلا حرج ولا كراهية كما سبق.
“Barangsiapa
yang memikirkan sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dia akan tahu bahwa
yang afdhal (lebih utama) dalam ini semua adalah shalat Tarawih sebanyak 11
rakaat atau 13 rakaat, baik dalam bulan Ramadhan maupun yang lainnya. Yang
demikian karena itu sesuai dengan perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam kebanyakan kondisi beliau, dan karena itu lebih meringankan bagi para
jama’ah, serta lebih dekat kepada khusyu’ dan thuma’ninah. Namun barangsiapa
yang menambah lebih dari itu maka tidak ada mengapa dan tidak dibenci
sebagaimana telah lewat penjelasan (dalil-dalilnya).” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat
Mutanawwi’ah XV/19).
Asy-Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah juga berkata :
“Adapun jumlah
rakaatnya (yakni shalat Tarawih) adalah 11 atau 13 rakaat. Inilah bimbingan
sunnah dalam pelaksanaan Tarawih. Namun kalau ada yang menambah jumlah rakaat
tersebut, maka tidak mengapa. Karena telah diriwayatkan dalam hal itu dari para
‘ulama salaf banyak bilangan lebih maupun kurang (yakni dari 11 rakaat), namun
yang satu tidak menginkari yang lain. Maka barangsiapa yang lebih dari 11
rakaat maka dia tidak diingkari. Barangsiapa yang mencukupkan dengan jumlah rakaat
yang datang dari Nabi maka itu lebih utama.” (Majmu’ Fatawa Ibni ‘Utsaimin
XIV/125)
Arahan senada
juga disampaikan oleh para ‘ulama yang duduk di Al-Lajnah Ad-Da`imah lil
Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta’, di antaranya bisa dilihat pada fatwa no. 6148.
* * *
Perhatian :
1. Permasalahan
penentuan bilangan rakaat shalat Tarawih adalah permasalahan ijtihadiyyah.
Telah terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ‘ulama ahlus sunnah sendiri
sejak dulu. Maka dalam permasalahan demikian, hendaknya kita menyikapinya
dengan lapang dada dan penuh toleran. Jangan sampai satu sama lain saling
bersikap keras apalagi sampai membid’ahkan. Walaupun pintu diskusi ilmiah
senantiasa terbuka, namun dengan penuh lembut dan sikap hikmah. Bukan dengan
kasar dan menjatuhkan.
Sikap inilah
yang dicontohkan oleh Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah.
Dalam kitabnya Shalat At-Tarawih, setelah beliau membawakan argumentasi ilmiah,
dengan kupasan ilmu hadits yang sangat detail dan cermat, bahwa pendapat yang
benar adalah hanya 11 rakaat saja, maka di akhir pembahasan beliau rahimahullah
menegaskan :
“Apabila telah
mengerti hal itu, maka jangan ada seorang mengira bahwa ketika kami memilih
untuk mencukupkan dengan sunnah dalam jumlah rakaat shalat Tarawih dan tidak
boleh melebihi/menambah jumlah tersebut bahwa berarti kami menganggap sesat
atau membid’ahkan para ‘ulama yang tidak berpendapat demikian, baik dulu
maupun sekarang. Sebagaimana telah ada sebagian orang yang
berprasangka demikian dan menjadikannya sebagai alasan untuk mencela kami
… .”
2. Berapa pun
rakaat Tarawih yang kita kerjakan, hendaknya dalam pelaksanaannya memperhatikan
masalah kekhusyu’an.
Asy-Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata :
“Namun
hendaknya pelaksanaan rakaat-rakaat Tarawih tersebut hendaknya dilakukan dengan
cara yang syar’i. Semestinya memanjangkan bacaan, ruku’, sujud, I’tidal, dan
dalam duduk antara dua sujud. Berbeda dengan yang dilakukan oleh sebagian kaum
muslimin pada hari ini. Mereka mengerjakannya dengan sangat cepat, sehingga
para makmum tidak bisa mengerjakan shalat dengan baik. … .”
Asy-Syaikh
‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah juga mengingatkan :
“Banyak kaum
muslimin mengerjakan shalat Tarawih pada bulan Ramadhan namun tidak
memahami (bacaannya) dan tidak thuma`ninah padanya, bahkan sangat cepat. Shalat
tersebut dengan cara pelaksanaan demikian adalah batil. Pelakunya berdosa tidak
mendapatkan pahala.”
Asy-Syaikh
Al-Albani rahimahullah dalam risalahnya Shalat At-Tarawih juga mengingatkan
permasalahan ini, dan membuat pembahasan khusus tentang hal ini, yaitu
“Dorongan untuk mengerjakan shalat dengan sebaik-baiknya, dan peringatan dari
mengerjakannya dengan tidak baik.” Sumber :
http://www.darussalaf.or.id/fiqih/shalat-tarawih-ii/
4.KESALAHAN-KESALAHAN
DALAM MELAKSANKAN SHALAT TARAWIH
Di masyarakat umun indonesia saat
ini banyak sekali yang melakukan ibadah bukan berdasarkan ilmu akan tetapi atas
dasar ikut-ikutan. Kali ini kami akan membahas sedikit kekeliruan yang sering
terjadi pada masyarakat indonesia dalam melaksanakan shalat tarawih.
Pertama, banyak umat
Islam yang meninggal-kan shalat taraweh. Barangkali ada yang ikut shalat
sebentar lalu tidak melanjutkannya hingga selesai. Atau rajin melakukannya pada
awal-awal bulan Ramadhan dan malas ketika sudah akhir bulan. Alasan mereka,
shalat taraweh hanyalah sunnah belaka. Memang benar bahwa shalat tarawih
hukumnya sunnah. Akan tetapi alangkah ruginya kita meninggalkan shalat tarawih
karena disana banyak sekali pahala,ampunan dan rahmat dari allah swt.
Kedua, cobalah sesekali kita
perhatikan imam-imam shalat tarawih yang ada di desa kita. Kebanyakan dari
mereka melaksanakan shalat terawih tidak tuma’ninah(tenang) laksana ayam
mematuk makanan. Biasanya kami bilang shalat tarawih dengan sekali
napas.sangkig cepatnya bacaan imam. Padahal rasulullah menyuruh kita untuk
shalat secara tuma’ninah. Dari Imam Ahmad dan selainnya meriwayatkan sebuah
hadits dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu yang mengatakan, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkanku 3 perkara dan melarangku 3 perkara:
ونَهَانِي
عَنْ نَقْرَةٍ كَنَقْرَةِ الدِّيكِ، وإِقْعَاءٍ كَإِقْعَاءِ الكَلْبِ، والْتِفَاتٍ
كَالْتِفَاتِ الثَّعْلَبِ
Beliau
melarangku sujud dengan cepat seperti ayam mematuk, duduk seperti duduknya
anjing, dan menoleh-noleh seperti rusa (HR Ahmad
8106, Dihasankan oleh Syaikh al Albani dalam Shahih at Targhib 555)
Kemudian hadits
lain yang berbunyi Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih Muslim dari
Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau berkata, “Dahulu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam kalau beliau bangkit dari ruku’, beliau tidak
turun sujud sampai benar-benar berdiri. Apabila beliau bangkit dari sujud,
beliau tidak sujud kembali sampai benar-benar duduk dengan tegak”
(Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih Muslim 498)
Ketiga, Berdo'a dengan do'a-do'a
yang bukan dituntunkan Nabi shallallahu alaihi wasallam, hal yang terkadang
membuat bosan dan keengganan para makmum shalat bersamanya.Sebenarnya, do'a
yang dituntunkan Rasul shallallahu alaihi wasallam dalam qunut witir adalah
ringan dan mudah. Dari Hasan bin Ali radhiallahuanhuma , ia berkata : "Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam mengajariku beberapa kalimat yang aku ucapkan
(sebagai do'a) dalam qunut witir yaitu:"Ya Allah, berilah aku petunjuk
sebagaimana orang yang Engkau beri petunjuk, berilah aku ampunan sebagaimana
orang yang Engkau beri ampunan, uruslah aku sebagaimana orang yang Engkau urus,
berilah berkah apa yang Engkau berikan kepadaku, jauhkanlah aku dari kejelekan
qadha' (ketentuan)Mu, sesungguhnya Engkau yang menentukan qadha' dan tidak ada
yang memberi qadha' kepadaMu, sesungguhnya orang yang Engkau tolong tidak akan
terhina, dan orang yang Engkau musuhi tidak akan mulia, Mahasuci Engkau wahai
Tuhan kami dan Mahatinggi Engkau." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata
hadits ini hasan). Dan tidak diketahui dari Nabi shallallahu alaihi wasallam
do'a qunut yang lebih baik dari ini. Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu
bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam pada akhir shalat witir
mengucapkan: "Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan ridhaMu dari
kemurkaanMu, dan dengan ampunanMu dari siksaMu dan aku berlindung kepadaMu
daripada (murka dan siksa)Mu, aku tidak (bisa) menghitung (banyaknya) pujian
atasMu sebagaimana pujianMu atas DiriMu Sendiri." (HR. Ahmad dan
Ahlus Sunan).
Keempat, mengantuk ketika mengerjakan
shalat yang mana akan mengurangi kekyusukan dalam shalat.pristiwa ini terjadi
kerena kebanyakan umat islam makan terlalu banyak ketika berbuka. Rata-rata
mereka balas dendam dengan makan banyak setelah seharian tidak makan. Padahal
rasulullah melarang berlebih-lebihan.
اذا
نعس احدكم وهو يصلى فليرقد حتى يذهب عنه النوم فان احدكم اذا صلى وهو ناعس لايدرى
لعله يذهب يستغفر فيسب نفسه – متفق عليه
Jikalau kamu
sedang mengantuk, dan ingin melaksanakan shalat, maka tidurlah dahulu sampai
hilang kantuknya. Karena jika seseorang shalat dalam keadaan sangat mengantuk,
(dikhawatirkan) ia tidak sadar jikalau ia meminta ampunan (istighfar) tetapi
memaki-maki dirinya. HR. Bukhari Muslim
Jelaslah bahwa
jika dalam keadaan mengantuk hindarilah shalat. Atau buatlah badan sehat dan
bugar terlebih dahulu baru kemudian menjalankan shalat. Pada dasarnya Syariat
Islam tidak pernah memaksa seseorang untuk menjalankan dalam keadaan yang
berat. Seperti yang pernah Rasulullah larang terhadap Zainab.
دخل
النبي صلى الله عليه وسلم دخل فإذا حبل ممدود بين الساريتين فقال ما هذا الحبل
قالوا هذا حبل لزينب فإذا فترت تعلقت به فقال صلى الله عليه وسلم حلوه ليصل أحدكم
نشاطه فإذا فتر فليرقد - متفق عليه
Rasulullah
masuk ke dalam masjid, ia mendapatkan sebuah tali tambang yang dibentangkan
diantara dua tiang (layaknya tambang jemuran). Kemudian ia bertanya, “apa ini?”
Orang-orang menjawab “ini adalah tali tambangnya zainab. Ketika dia shalat
berlama-lama hingga kelelahan maka bersandarlah ia dengan tali tambang itu”.
Kemudian Rasulullah berkata “lepaskanlah tambang ini, kalian harus shalat
ketika tubuhmu kuat, jikalau sudah capek tidurlah”
Kelima, Memanggil Jama’ah dengan
‘Ash Sholaatul Jaami’ah’.Tidak ada tuntunan untuk memanggil jama’ah dengan
ucapan ‘ash sholaatul jaami’ah ’. Ini adalah perkara bid'ah (yang diada
adakan). (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqqhiyah, 27:140)
Keenam, Tidak Meluruskan Shaf karena
Sajadah Besar. Nabi shollallohu alayhi wasallam bersabda, "Luruskan
shafmu, sesungguhnya meluruskan shaf adalah bagian dari mendirikan shalat yang
benar." (HR. Bukhari dan Muslim)
Komentar
Posting Komentar